June 4, 2017

Telkomsel dan "Modus"

Well, seperti biasa diawal postingan gue selalu bakal mengeluh soal kesibukan (baca: males) gue sehingga gue susah banget untuk update postingan dalam waktu lama.

But, this is it!
Im back.
Buat memposting beberapa ide yang ada di pikiran gue.

Awalnya ide untuk membuat postingan ini adalah ketika gue keki dengan jaringan Telkomsel (langsung aja pake nama produk). Belakangan gue kesel banget sama jaringan Telkomsel yang buat kalah terus saat bermain game. Baik melihat postingan instagram maupun buffer nonton youtube. Dimana yang menambah kekesalan gue adalah udah internetnya termasuk provider termahal tapi tidak sanggup memberikan pelayanan yang mahal pula.

Gue pun teringat dengan kasus bulan April dimana website Telkomsel di hack oleh beberapa orang dan cukup memvulgarkan dunia maya saat itu.
Berikut gambar yang terpampang. 
Sumber: 


Bagaimanapun juga, kalimat-kalimat yang digunakan terasa tidak bermoral.
Well, gue bukan sok jadi polisi moral, It's just my opinion. But.. Thanks to you bro. Seolah lo uda menjawab keluh kesah dari pengguna Telkomsel yang sebenarnya keberatan namun tidak punya pilihan. Dimana kita hanya akan menjawab jawaban yang sama kalo kita menyampaikan keluhan kita di customer service Telkomsel. Hehe.


Dilain sisi, gue juga setuju dengan apa yang ditulis oleh orang ini. Untuk memajukan pendidikan di Indonesia, harusnya kemudahan penggunaan teknologi untuk jaman sekarang jangan dipersulit lagi dengan mahalnya kuota. Seriously, gue dengan gaji rata-rata saja merasakan kewalahan dengan harganya apalagi masyarakat dengan gaji dibawah rata-rata.

****

Jadi di waktu ketika Telkomsel dengan jaringannya yang buat kesal dan mahal, gue akan berusaha memanfaatkannya sebagus mungkin, dimana tersedia kuota yang cukup sia-sia namun ada aja disetiap pembelian kuota, yaitu kuota HOOQ atau sekarang di ganti menjadi VideoMax. Gue pun mendownload aplikasi HOOQ tersebut untuk melihat apa saja film yang sebenarnya bisa kita lihat menggunakan kuota ini. 

Yeah, gue mulai merasakan keuntungan (sebagai pembelaan untuk Telkomsel), dimana kita bisa menonton film-film yang pernah beredar di bioskop ataupun film-film yang ketinggalan di acara TV.

Gue pun memulai browse film-film yang apa belum pernah gue tonton. 
Dan gue pun mendapatkan sebuah film yang gue lewatkan di bioskop, yaitu film MODUS.

****


Modus

(2016 - Rapi Film)


Directed by Fajar Bustomi, Adhe Dharmastriya
Written by Jovial Da Lopez, Reza Aditya Irawan
Produced by Gope T. Samtani
Cast: Andovi Da Lopez, Jovial Da Lopez, Melayu Nicole Hall, Kemal Palevi, Reza Oktovian, Tommy Limmm, Rayi Putra, Marlo Ernesto, Rani Ramadhany, Natasya Farani Attamimi, Listia Magdalena, Mo Sidik, Monica Oemardi, Erlin Sarintan


Film Modus yang udah cukup lama beredar namun belum gue tonton. Mungkin uda telat untuk memberikan review, tapi rasanya keki kalo gue tidak menyatakan pendapat gue tentang industri film Indonesia sekarang.
Selama ini hanya beberapa film Indonesia yang menurut gue layak untuk gue mengeluarkan harga tiket bioskop untuk ditonton, seperti film AADC 2 kemarin yang gue post, film karya Raditya Dika atau Ernest Perkasa. Setelah download, gue pun menyempatkan diri gue untuk menonton film MODUS tersebut sebagai pengganti lemotnya jaringan internet Telkomsel belakangan ini.

Setelah gue tonton, gue sangat kecewa. HOW CAN FILM KAYAK GINI BISA DITAYANGIN DAN POPULER.
Gue mulai merasa khawatir dengan industri film Indonesia kedepannya. Ide seadanya, cerita seadanya, pemain seadanya, pengadeganan seadanya, humor seada-adanya, asalkan pemainnya udah punya basis fans yang terjamin akan datang ke bioskop, ya bikin aja. Dan ini didukung sama rumah produksi yang udah established pula. Dan, memang nyatanya laku. Mungkin bukan karena filmnya, toh para pemain yang tampil di sini sudah bangun popularitas sebagai "YouTube content creator" lewat video-video mereka yang memang terkenal di kalangan anak-anak hingga remaja tanggung--because you know, internet is the new TV.

Seriously, sebuah cerita yang gue rasa tidak ada climaks ataupun maknanya. Sebuah cerita yang gue rasa juga humornya terlalu kelas teri (mungkin selera humor gue kurang kali ya). Anehnya humor 'dewasa'-nya juga nggak ngena ke gue, kayak nama panggilan Andovi dan Jovial dari sang ibu yang anehnya adeknya dulu yang dipanggil dengan penggalan depan namanya, 'An', baru kakaknya dengan penggalan belakang namanya, 'Al', dan diserukan sebagai satu kata tanpa penggalan. This joke did not make sense as it was not funny. Ya, film ini bikin gue bingung sebenarnya gue masuk kalangan umur berapa untuk bisa menikmati humor dan ketawa.

Tapi yang bikin gue khawatir adalah bagaimana film yang seadanya ini bisa 'lolos' jadi film bioskop. Gue gak masalah dengan cerita tipis, gue gak masalah dengan kekonyolan, gue gak masalah dengan tokoh-tokoh yang jadi terkesan 'bodoh' saking absurdnya. Tapi semua itu gak teramu dengan enak di film ini, kayak asal jadi aja, serasa program kejar tayang yang ditulis dan syuting kemarin, diedit tadi pagi, dan tayang malam ini. Kalau udah di bioskop paling gak 'kan cara bikin adegannya bisa beda dengan video YouTube atau sketsa komedi di TV 'kan ya? Tapi gak tuh, yang bikin ini jadi 'bioskop' ya cuma aspect ratio gambar layar lebar. Dari penulisan (atau mungkin editing) pun gue gak habis pikir gimana akhirnya bisa begini amat hasilnya. Bagi yang uda nonton, pasti ngerti maksud gue.

Bila dibandingkan dengan film-film karya Raditya Dika atau Ernest Perkasa, film ini sama sekali tidak mempunya value apa-apa. SERIOUSLY. Ini hanya film bermodalkan pemerannya adalah youtubers yang terkesan hanya menaikkan popularitas dari youtubers ini. Karena.. kalo film-film kayak gini terus berlanjut, hanya akan merusak penonton(yang umurnya masih ABG) dan merusak film Indonesia secara keseluruhan.

****

Intinya, kalo memang harga kuota tidak bisa diturunkan, paling gak pelayanan ataupun kecepatan internetnya harus seimbang. Bagi provider lain yang sempat nyinyir juga dengan Telkomsel, harusnya kalian juga bersaing. Coba ditanya alasan kenapa pemakai provider lebih banyak di Telkomsel. Dari gue, gue uda pernah nyesal beli provider lain karena toh selambat-lambatnya internet di Telkomsel, provider lain malah lebih lambat. WTF.

Dan juga untuk film Indonesia, yang patut dicontohin itu ya film karya-karya orang hebat. Jangan asal buat. Mudah-mudahan jangan sampai ada pikiran, 'Yang kayak gini aja laku, jadi nggak usah effort-effort amat kalau bikin film,' karena itulah yang akan menghancurkan film Indonesia secara keseluruhan karena udah nggak ada yang mau bikin yang bener dan bagus.

Sekian.

No comments:

Post a Comment